Jaksa Agung ST Burhanuddin: Keadilan Hati Nurani Mengedepankan Rasa Keadilan yang Hidup dalam Masyarakat
-Baca Juga
Jaksa Agung ST Burhanuddin: Keadilan Hati Nurani Mengedepankan Rasa Keadilan yang Hidup dalam Masyarakat
JAKARTA,pojokkirimapro.com.Para penegak hukum khususnya Jaksa, masih banyak yang terjebak dengan tugas, fungsi dan wewenang yang diembannya sehari-hari. Sering sekali dalam proses penegakan hukum, hanya berpatokan pada proses formalistik (sering disebut keadilan formalistik) angka-angka yang ada dalam peraturan perundang-undangan tanpa melihat segala aspek pertimbangan yuridis, teknis, sosiologi, budaya (culture) dan local genius yang berkembang di masyarakat. Pertimbangan yuridis, teknis, sosiologi, budaya (culture) dan local genius merupakan kolaborasi disebut dengan keadilan substantif atau dikenal hati nurani.
Pada setiap kesempatan, Jaksa Agung
ST Burhanuddin baik sebagai pimpinan tertinggi penegak hukum di bidang
penuntutan dan sebagai akademisi menyampaikan “Hati Nurani tidak ada dalam
buku, hanya ada dalam sanubari setiap insan manusia”, dan untuk itu
kepekaan penegak hukum sangat dibutuhkan dalam menangani setiap perkara. Salah
satu contoh yakni penanganan kasus pelecehan seksual oleh Kejaksaan Negeri Lahat,
dimana hanya melihat dari sisi pelaku yang pada saat melakukan tindak pidana masih
di bawah umur tanpa melihat kondisi korban yang secara psikis mengalami
traumatis seumur hidupnya termasuk keluarganya, dan seharusnya tidak ada alasan
untuk memberikan hukuman ringan atau dispensasi bagi pelaku. Maka dari itu,
aspek psikologi, agama, lingkungan harus menjadi perhatian seluruh Jaksa untuk menangani
setiap perkara sehingga sense of crisis akan tertanam dalam nurani kita.
Keadilan yang didasari dengan hati
nurani harus terus dilatih dengan melihat langsung korban, pelaku, masyarakat
dan local genius (kearifan lokal yang hidup dalam masyarakat), dan jika
itu dilakukan protes, kontroversi, polemik dalam setiap penanganan perkara
dapat dihindarkan.
Kita ini masyarakat yang agamis,
menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, menjunjung tinggi nilai etika dan
kesopanan termasuk menjunjung tinggi nilai keadilan masyarakat (keadilan
sosial), dan hal tersebut harus menjadi pegangan para Jaksa dalam penanganan
perkara. Dalam setiap kesempatan, Jaksa Agung sering menyampaikan untuk tidak
ada yang menyalahgunakan wewenang sekecil apapun dalam penanganan perkara dan semua
aspirasi yang ada di masyarakat harus didengar. Gunakan nuranimu, apakah
perkara ini dan layak untuk dilanjutkan, layak diringankan atau layak untuk
diperberat. Kewenangan yang saudara miliki sangat besar dalam membangun citra
penegakan hukum di masyarakat.
Hati nurani dalam proses penegakan
hukum wajib hukumnya dimana seorang Jaksa di lapangan harus memahami kebutuhan
hukum masyarakat. Jadi harus sering turun dan melihat langsung kondisi riil
yang ada dalam masyarakat. Konsep penegakan hukum yang menjadi tren di era
modern ini membuat kita harus selalu beradaptasi menciptakan hukum yang dapat
bermanfaat, menjamin kepastian hukum dan berkeadilan di masyarakat tanpa
mengorbankan kecepatan, serta kemudahan dan ketepatan dalam mengambil sikap
ketika menghadapi permasalahan hukum di masyarakat. Itulah yang selalu Jaksa
Agung ingatkan sebagai upanya memasyarakatkan hukum dengan istilah kerennya
penegakan hukum humanis. (K.3.3.1).