JAM-Pidum Menyetujui 8 Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice
-Baca Juga
JAM-Pidum Menyetujui 8 Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice
JAKARTA,pojokkirimapro.com.Senin 20 Februari 2023, Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 8 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice), yaitu:
1. Tersangka CEPI NURJAMAN bin DADI ROSADI dari
Kejaksaan Negeri Kabupaten Tasikmalaya yang disangka melanggar Kesatu Pasal 378
KUHP tentang Penipuan atau Kedua Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
2. Tersangka AGUS SALIM bin (alm) EMBIT MARYADI dari
Kejaksaan Negeri Kota Bandung yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP
tentang Penadahan.
3. Tersangka DENI DARMAWANSYAH bin AGIH PAGIH dari
Kejaksaan Negeri Kabupaten Tasikmalaya yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP
tentang Pencurian.
4. Tersangka I HARDIE MANUHO dan Tersangka II KARMILA HATIBAE dari Kejaksaan Negeri
Kepulauan Siau Tagulandang Biaro yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP jo.
Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang Penipuan dan Pasal 372 KUHP jo. Pasal 55 Ayat
(1) KUHP tentang Penggelapan.
5. Tersangka ARYA PRADITYA PAKAYA dari Kejaksaan
Negeri Bitung yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
6. Tersangka ZULFIKAR ZULKARNAIN dari Kejaksaan
Negeri Bitung yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
7. Tersangka EZRA DINA RARUNG alias DINA dari
Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1)
KUHP tentang Penganiayaan.
8. Tersangka LA UBU bin LA BOLO dari Kejaksaan
Negeri Buton yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang
Penganiayaan.
Alasan pemberian
penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara
lain:
·
Telah dilaksanakan proses perdamaian
dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan
maaf;
·
Tersangka belum pernah dihukum;
·
Tersangka baru pertama kali melakukan
perbuatan pidana;
·
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5
(lima) tahun;
·
Tersangka berjanji tidak akan lagi
mengulangi perbuatannya;
·
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan
musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
·
Tersangka dan korban setuju untuk tidak
melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang
lebih besar;
·
Pertimbangan sosiologis;
·
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya,
JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan
Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif
sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat
Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang
Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (K.3.3.1)