Pembongkaran Miniatur Kubah di Pemkot Probolinggo: Kontroversi dan Penegasan Dinas PUPR
-Baca Juga
Pembongkaran Miniatur Kubah di Pemkot Probolinggo: Kontroversi dan Penegasan Dinas PUPR
PROBOLINGGO,pojokkirimapro.com.Dalam waktu dua hari, proses pembongkaran miniatur kubah di lingkungan Pemerintah Kota Probolinggo telah selesai dilakukan. Pembongkaran ini memicu berbagai pertanyaan, terutama mengenai dasar dan anggaran yang digunakan. Ketika awak media mencoba menggali informasi lebih dalam, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Rini Sayekti menjelaskan situasi tersebut setelah rapat dengar pendapat (RDP) di DPRD Probolinggo.
Rini menyatakan bahwa bangunan yang menyerupai kubah tersebut dibangun pada tahun 2019 dengan anggaran sebesar 73 juta rupiah, di era kepemimpinan Walikota Hadi Zainal Abidin. Dalam penjelasannya, Rini menyebutkan bahwa semua keputusan terkait penataan ruang dan pembongkaran bangunan tersebut sepenuhnya berada di tangan walikota yang baru. “Semua ini tergantung pada kebijakan walikota baru, tidak ada pihak yang dirugikan dalam melakukan perubahan ini,” ujarnya dengan tegas.
Ketika ditanya lebih lanjut mengenai alokasi anggaran pembongkaran, Rini mengungkapkan bahwa kegiatan tersebut dijalankan dengan biaya sekitar 10 juta rupiah. Proses pembongkaran sendiri dilakukan secara manual oleh enam pekerja dalam waktu singkat. “Pembongkaran di kantor Pemkot dilakukan pada 25 Februari dan dilanjutkan di rumah dinas walikota keesokan harinya,” imbuhnya.
Dalam komentarnya, Rini juga menggarisbawahi bahwa semua biaya yang digunakan berasal dari anggaran negara, sehingga sah-sah saja untuk melakukan perubahan guna memperbaiki tampilan kota. “Walikota adalah tuan rumah di sini. Sebagai kepala dinas, tugas saya adalah melaksanakan apa yang diperintahkan. Anggaran ini adalah tanggung jawab bersama,” jelasnya.
Masyarakat Probolinggo memberikan respon beragam terhadap pembongkaran ini. Beberapa warga menganggap bahwa penataan ulang ruang publik merupakan hal yang wajar, sementara lainnya mempertanyakan urgensi pemangkasan struktur yang telah menjadi bagian dari identitas kota. Diskusi seputar keputusan ini pun meluas, menuntut transparansi lebih lanjut dari pemerintah daerah.
Fokus utama saat ini adalah mencari tahu dampak dari keputusan ini terhadap citra kota ke depan. Apakah tindakan ini akan membawa perubahan positif, atau justru merugikan budaya lokal yang telah terbangun selama bertahun-tahun? Pertanyaan-pertanyaan ini perlu dijawab oleh pihak pemerintah.
Sementara itu, Rini menekankan bahwa semua keputusan yang diambil bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi warga. “Penataan ruang adalah bagian dari visi dan misi pemerintah untuk membawa Probolinggo ke arah yang lebih maju,” tegasnya.
Kepala Dinas PUPR menutup pernyataannya dengan menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat. Ia berharap partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan dan penataan kota akan semakin meningkat. “Kami terbuka untuk masukan dan saran dari masyarakat, demi Probolinggo yang lebih baik,” pungkasnya.
Ke depan, masyarakat kota Probolinggo berharap agar pemerintah lebih transparan dalam menjalankan kebijakannya dan melibatkan publik dalam setiap keputusan penting yang diambil. Sebuah langkah positif menuju pembangunan yang inklusif dan responsif terhadap kebutuhan warga.(Iday/Ysn).