Kepala Badiklat Kejaksaan RI Resmi Membuka Diklat Terpadu Angkatan I Tahun 2023
-Baca Juga
Kepala Badiklat Kejaksaan RI Resmi Membuka Diklat Terpadu Angkatan I Tahun 2023
JAKARTA,pojokkirimapro.com.Kamis 16 Februari 2023 bertempat di Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Kejaksaan RI, Kepala Badiklat Kejaksaan RI Tony T. Spontana memberikan sambutan pada Diklat Terpadu Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) Angkatan I, Teknis Restorative Justice Angkatan I, Penanganan Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang Angkatan I, Penanganan Tindak Pidana Mafia Tanah Angkatan I, Terpadu Pidana Pemilu Angkatan I, Terpadu Sensibilitas Gender Angkatan I, Terpadu Penanganan Tindak Pidana Cipta Kerja Angkatan I, dan Terpadu Pemulihan Aset Angkatan I Tahun 2023.
Dalam sambutannya, Kepala Badiklat Kejaksaan RI mengatakan Indonesia sebagai negara pihak dalam Konvensi Hak-hak Anak (Convention on The Rights of The Child) yang mengatur prinsip perlindungan hukum terhadap anak, berkewajiban untuk memberikan perlindungan khusus terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH). Salah satu bentuk perlindungan ABH oleh negara diwujudkan dalam bentuk Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
“Untuk itulah, tugas mulia seluruh unsur
penegakan hukum pidana terpadu dalam menunaikan amanat konstitusi dan legislasi
untuk membangun pemahaman dan perspektif yang sama yang tidak hanya secara textbook
namun secara praktik penerapan melalui simulasi penanganan perkara. Diklat
Terpadu SPPA ini dirancang dan diselenggarakan untuk memastikan negara hadir
memberikan yang terbaik bagi ABH sebagai generasi masa depan bangsa sekalipun
sedang menjalani proses peradilan anak,” ujar Kepala Badiklat Kejaksaan RI.
Selanjutnya, Kepala Badiklat Kejaksaan RI menyampaikan Kejaksaan sesuai dengan asas oportunitas (opportuniteit beginselen) dan dominus litis telah reformulasi Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai panduan untuk para Jaksa menerapkan keadilan restoratif dalam tataran praktis. Kendati demikian, kewenangan mediasi penal ini kemudian secara atributif tercantum dalam Pasal 30C huruf d Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
“Salah satu
hasil Rapat Kerja Kejaksaan Tahun 2023 menginstruksikan kepada Jajaran
Kejaksaan bahwa kedepan kewenangan persetujuan atas permohonan restorative
justice kepada Kepala Kejaksaan Tinggi. Oleh sebab itu, diharapkan para
Jaksa akan lebih siap dan sigap dalam memahami pelaksanaan restorative
justice di lapangan,” ujar Kepala
Badiklat Kejaksaan RI.
Selanjutnya, Kepala Badiklat Kejaksaan RI menuturkan tindak pidana korupsi sampai dengan saat ini masih menjadi ancaman dan musuh bersama bagi negara-negara di seluruh dunia termasuk negara kita. Korupsi inilah menjadi penyebab meningkatnya kemiskinan, menurunnya investasi, melambatnya pertumbuhan ekonomi negara, serta meningkatnya ketimpangan pendapatan. Pun demikian dengan masalah Money Laundering turut memberikan efek negatif pada bidang ekonomi yakni dapat merusak sektor bisnis swasta dan merusak integrasi pasar keuangan.
Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) selama periode Juli 2020 hingga Juli
2021, hasil kejahatan yang masuk ke sistem perbankan di Indonesia sudah
mencapai angka Rp300 miliar, dan yang berhasil diselamatkan melalui
penghentian sementara transaksi sebanyak Rp175 miliar. Sisanya
tidak berhasil diselamatkan karena sudah ditarik pelaku, yang saat ini sedang
proses penyidikan Kepolisian.
“Maka dari itu, diklat
ini dapat menjadi sarana meningkatkan skill dan kemampuan jaksa dalam
penanganan perkara tipikor dan money laundering mengingat modus
kejahatan keduanya semakin canggih terlebih di era digital seperti saat ini,” ujar Kepala Badiklat Kejaksaan RI.
Mengenai mafia tanah, Kepala Badiklat Kejaksaan RI
menyampaikan isu ini mendapat atensi serius
dari Presiden. Presiden telah menginstruksikan kepada
Kementerian/lembaga termasuk Kejaksaan untuk bersinergi memberantas komplotan mafia tanah. Sinergitas ini diharapkan mampu menyelesaikan masalah mafia tanah yang terjadi hampir
di seluruh pelosok tanah air.
Jaksa Agung turut merespon dengan menerbitkan Surat Edaran Jaksa Agung (SEJA) Nomor 16 Tahun 2021
tentang Pemberantasan Mafia Tanah tanggal 12 November 2021 yang pada
pokoknya menyebutkan bahwa dalam pemberantasan mafia tanah harus dilakukan
secara optimal, baik preventif maupun represif, melalui pelaksanaan kewenangan,
tugas, dan fungsi Kejaksaan Republik Indonesia dalam rangka penegakan hukum
yang adil, berkepastian hukum, dan bermanfaat.
Kepala Badiklat Kejaksaan RI menjelaskan berdasarkan Laporan Pemberantasan Mafia Tanah periode bulan
Januari 2023 dari Jaksa Agung Muda Intelijen, sejak dibuka Hotline
Pengaduan Pemberantasan Mafia Tanah di Nomor WhatsApp 081914150227, hingga
tanggal 10 Januari 2023 telah diterima 654 laporan pengaduan (lapdu). Bahwa
dari 654 lapdu tersebut telah diteruskan penanganannya ke masing-masing
Kejaksaan Tinggi di seluruh Indonesia dan terdapat 292 lapdu telah
ditindaklanjuti oleh 29 (dua puluh sembilan) Kejaksaan Tinggi, sementara
sisanya sebanyak 362 lapdu masih menunggu data dukung.
“Dari data tersebut
menunjukan bahwa laporan pengaduan mafia tanah cukup tinggi. Oleh karena itu,
penting bagi segenap Jaksa agar memiliki kapasitas dan kompetensi agar mampu
menangani perkara mafia tanah secara
berkualitas dan berkeadilan,” ujar
Kepala Badiklat Kejaksaan RI.
Selanjutnya, Kepala Badiklat Kejaksaan RI mengatakan pelaksanaan pemilu secara serentak sudah hampir pasti akan digelar pada tahun 2024. Dari aspek undang-undang yang menjadi dasar penyelenggaraan pemilu dan pilkada sejauh ini belum ada perubahan, sehingga masih mengacu pada Undang-Undang Undang-Undang Nomor 7 Tahun /2017 tentang Pemilihan Umum dan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
“Kejaksaan sebagai unsur Aparat penegak hukum tindak pidana
pemilu dalam konteks penyelenggaraan pemilu bersama dengan Kepolisian, dan Bawaslu tergabung dalam Sentra Gakkumdu. Peran Gakkumdu sangat strategis mengingat lanjut tidaknya kasus dugaan tindak
pidana pemilu politik uang ditentukan oleh ketiga institusi tersebut. Sebagai Unsur dalam Gakkumdu, Jaksa dituntut memiliki
pemahaman dan pengetahuan yang mumpuni. Dalam
rapat pembahasan seringkali argumen Jaksa sangat menentukan sebab suatu perkara
dapat dinaikan statusnya berada di tangan Jaksa,” ujar Kepala Badiklat Kejaksaan RI.
Kemudian Kepala Badiklat Kejaksaan RI mengatakan kita masih melihat bahwa Perlakuan diskriminasi di
Indonesia masih kerap ditemukan dan dialami oleh perempuan dan anak, seperti marjinalisasi, subordinasi, stereotip,
kekerasan, hingga terbatasnya akses perempuan dan anak dalam memperoleh hak-haknya,
termasuk hak untuk memperoleh keadilan ketika berhadapan dengan hukum. Dalam tataran praktek penanganan perkara yang
berhubungan dengan perempuan dan anak, Jaksa dalam melakukan pembuktian di persidangan, kadang kala menemui kesulitan dalam membuktikan unsur pidana disebabkan minimnya saksi dan alat bukti.
“Lahirnya Pedoman Nomor 1 Tahun 2021 tentang
Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak Dalam Penanganan Perkara Pidana merupakan bentuk komitmen Kejaksaan terhadap isu
gender. Penting disadari bahwa perlindungan dan jaminan akses terhadap keadilan bagi perempuan dan anak
di Indonesia merupakan hal yang patut diberi perhatian serius agar kualitas
hidup perempuan, anak-anak dan generasi mendatang dapat jauh lebih baik. Untuk itu, jaksa harus betul-betul memahami isi
dari pedoman ini sehingga dapat menjadi acuan bagi Jaksa dalam pemenuhan
akses keadilan bagi perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum dalam
perkara pidana, memastikan langkah-langkah yang tepat dalam penanganan
perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum,” ujar Kepala Badiklat
Kejaksaan RI.
Selanjutnya, Kepala Badiklat Kejaksaan RI menjelaskan pasca disahkannya Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada Oktober 2020 maka berimplikasi pada pelaksanaan tugas dan kewenangan Kejaksaan. Selanjutnya Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
“Penerbitan Perppu ini dilatarbelakangi adanya dinamika global yang
terjadi saat ini dan yang akan datang. Oleh sebab itu, diperlukan pemahaman dan
penguasaan terhadap undang-undang tersebut termasuk perubahan-perubahan
undang-undang yang ada di dalamnya sehingga diperlukan Jaksa yang andal dalam
pelaksanaannya,” ujar Kepala Badiklat Kejaksaan RI.
Mengenai pemulihan aset, Kepala Badiklat Kejaksaan RI mengatakan hal tersebut merupakan bagian dari penguatan kewenangan Kejaksaan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 30A Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI. Mengingat tujuan penegakan hukum sejatinya bukan hanya dengan paradigma retributif atau penjeraan terhadap pelaku dengan pidana badan berupa pidana penjara atau pidana kurungan, namun yang tidak kalah pentingnya dengan paradigma restoratif yaitu memulihkan kerugian yang diakibatkan oleh kejahatan.
“Dalam
hal ini kerugian keuangan negara atau kerugian pada pendapatan negara untuk
perkara tindak
pidana khusus dan kerugian korban atau pihak yang berhak dalam perkara tindak pidana umum.
Lebih khusus lagi kegiatan pemulihan aset dalam perkara tindak pidana khusus,
dimaksudkan sebagai upaya untuk mengoptimalkan asset recovery dalam
penyelamatan dan pemulihan kerugian keuangan negara yang terjadi sebagai salah
satu langkah peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang
merupakan manfaat praktis dari penindakan tindak pidana,” ujar Kepala Badiklat
Kejaksaan RI.
Mengakhiri sambutannya, Kepala Badiklat Kejaksaan RI Tony T. Spontana resmi membuka Diklat Terpadu Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) Angkatan I, Teknis Restorative Justice Angkatan I, Penanganan Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang Angkatan I, Penanganan Tindak Pidana Mafia Tanah Angkatan I, Terpadu Pidana Pemilu Angkatan I, Terpadu Sensibilitas Gender Angkatan I, Terpadu Penanganan Tindak Pidana Cipta Kerja Angkatan I, dan Terpadu Pemulihan Aset Angkatan I Tahun 2023. (K.3.3.1).








