JAM-Pidum Menyetujui 19 Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice
-Baca Juga
JAM-Pidum Menyetujui 19 Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice
JAKARTA,pojokkirimapro.com.Senin 30 Oktober 2023, Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 19 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu:
1. Tersangka Pawardi
als
Cepol bin
Naziril (Alm) dari Kejaksaan Negeri Sambas, yang
disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
2. Tersangka Hery Haryono alias Hery alias Gagap bin Bolkini
Ibrahim dari
Kejaksaan Negeri Pontianak, yang disangka melanggar Pasal 44
Ayat (1) Jo. Pasal 5
huruf a Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga atau Kedua Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka M. Raafi Fadhil, S.T. Panduko als Raafi dari Kejaksaan Negeri Ternate, yang disangka melanggar Pasal
351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka Suparman
Abdullah alias
Paman dari Kejaksaan Negeri Ternate, yang disangka melanggar Pasal
351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Tersangka
I Rommy
Rahardjo bin Dikun Rahardjo dan Tersangka II Firmansyah bin Maman dari Kejaksaan
Negeri Lebak, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang
Penggelapan Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
6. Tersangka Ervan
Supriatna alias
Ervan bin
Harun S. dari Kejaksaan Negeri Serang, yang disangka melanggar Pasal
362 KUHP tentang Pencurian.
7. Tersangka
Ava
Kasiko alias Ava dari Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni,
yang disangka melanggar Pasal
351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
8. Tersangka Julian
Ricki Momot dari Kejaksaan Negeri Teluk
Bintuni, yang
disangka melanggar Pasal
351 Ayat (1)
KUHP tentang Penganiayaan.
9. Tersangka Maria
Yuliao Geovani Bao dari Kejaksaan Negeri Teluk
Bintuni, yang
disangka melanggar Pasal
44 Ayat (1) Jo. Pasal 5
huruf a Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga.
10. Tersangka Fatmawati MS dari Kejaksaan Negeri Makassar, yang
disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
11. Tersangka Raman
alias
Damang bin
Samsuddin dari Kejaksaan Negeri Makassar, yang disangka melanggar Pasal
351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
12. Tersangka Rosmala
Dewi alias
Ros binti
Arifin dari Kejaksaan Negeri Soppeng, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP
tentang Penganiayaan Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
13. Tersangka Arfan
Fahroji bin
Guntur dari Kejaksaan Negeri Jakarta
Barat, yang
disangka melanggar Pasal 80
Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
14. Tersangka Dicky
Kelana Febriansyah bin
Nurman dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, yang disangka
melanggar Pasal 80
Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
15. Tersangka Agus Prastyo dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat,
yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
16. Tersangka Andi
Triaya Santoso dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat,
yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
17. Tersangka Fahri Maulana dari
Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, yang disangka melanggar Pasal
362 KUHP tentang Pencurian.
18. Tersangka Mulyana dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat,
yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
19. Tersangka Zulkarnain Surya Wibawa Amir alias Juli dari Kejaksaan Negeri Jakarta
Timur, yang
disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan/atau Pasal 372
KUHP tentang Penggelapan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan
keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
·
Telah
dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban
sudah memberikan permohonan maaf;
·
Tersangka
belum pernah dihukum;
·
Tersangka
baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
·
Ancaman
pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
·
Tersangka
berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
·
Proses
perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa
tekanan, paksaan, dan intimidasi;
·
Tersangka
dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena
tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
·
Pertimbangan
sosiologis;
·
Masyarakat
merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum
memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat
Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari
2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan
Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian
hukum. (K.3.3.1).