JAM-Pidum Menyetujui 16 Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice
-Baca Juga
JAM-Pidum Menyetujui 16 Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice
JAKARTA,pojokkirimapro.com.Selasa 06 Februari 2024, Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 16 dari 17 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu:
1.
Tersangka Arter Langkay dari Kejaksaan Negeri Minahasa, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1)
Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
2.
Tersangka Avril
Christen Gimon dari Kejaksaan Negeri Minahasa, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat
(1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka
I Geraldo Wuisang dan
Tersangka II Dandy Lourens Tolukun dari Kejaksaan Negeri Minahasa, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat
(1) KUHP tentang Penganiayaan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
4. Tersangka Yetilina
Laia alias Fani dari Kejaksaan Negeri Gunungsitoli, yang disangka melanggar
Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Tersangka Herman
Bangun dari Kejaksaan Negeri Langkat, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat
(1) KUHP tentang Penganiayaan atau Pasal 335 Ayat (1) KUHP tentang Pengancaman.
6.
Tersangka Cristo Andreas Purba dari Kejaksaan Negeri Deli Serdang,
yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan atau Pasal
335 Ayat (1) KUHP tentang Pengancaman.
7. Tersangka Rizki
Wahyudi dari Kejaksaan Negeri Kampar, yang disangka melanggar Pasal 45B jo.
Pasal 29 Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
8. Tersangka Ranto Kurniawan alias
Ranto bin
Sugiman dari Kejaksaan Negeri Rokan Hilir, yang disangka
melanggar Pasal 44 Ayat (1) Subsidair Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
9. Tersangka Rizky Handcika als
Dika bin
Ramino dari Kejaksaan Negeri Rokan Hilir, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat
(1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
10. Tersangka Wahyu
Sabarno bin Katiman dari Kejaksaan Negeri Kotabaru, yang disangka melanggar
Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
11. Tersangka Ikbal
bin Yusuf dari Kejaksaan Negeri Bentaeng, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat
(1) jo. Pasal 5A Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga.
13. Tersangka Yudha
Andrian Saputra alias Yudha dari Kejaksaan Negeri Bungo, yang disangka
melanggar Pertama Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Kedua Pasal 378 KUHP
tentang Penipuan.
14. Tersangka Arif
Pratama bin Purwanto dari Kejaksaan Negeri Lampung Utara, yang disangka
melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
16. Tersangka M. Taufik dari
Kejaksaan Negeri Asahan, yang disangka melanggar Pasal 111 Undang-Undang Nomor
39 Tahun 2014 tentang Perkebunan atau Pasal 107 Huruf d Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2014 tentang Perkebunan.
Alasan pemberian
penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara
lain:
·
Telah
dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban
sudah memberikan permohonan maaf;
·
Tersangka
belum pernah dihukum;
·
Tersangka
baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
·
Ancaman
pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
·
Tersangka
berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
·
Proses
perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa
tekanan, paksaan, dan intimidasi;
·
Tersangka
dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena
tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
·
Pertimbangan
sosiologis;
·
Masyarakat
merespon positif.
Sementara
berkas perkara atas nama Tersangka M. Khairullah Zikri als Zikri bin Main dari
Kejaksaan Negeri Indragiri Hilir, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1)
ke-3 dan ke-5 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan, tidak dikabulkan
permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dikarenakan
perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh Tersangka bertentangan
dengan nilai-nilai dasar yang diatur dalam Peraturan Kejaksaan Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan
Keadilan Restoratif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (K.3.3.1).